SUMELEH, SEMELEH: SIGNIFIKANSI ESTETIKA KERONCONG GAYA SOLO
Sari
Surakarta (Solo), yang dilegitimasikan sebagai kota keroncong, memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan dan pelestarian musik keroncong di Indonesia. Dengan berbagai hegemoni yang dilakukan, di tengah maraknya kreasi dan inovasi di era serba modern, masyarakat keroncong Solo masih mempertahankan sajian musik keroncong yang menjunjung tinggi nilai estetika keroncong gaya Solo. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan signifikansi estetika keroncong gaya Solo bagi para pelaku maupun penikmat musik keroncong. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan triangulasi untuk menguji keabsahan data. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu terkait puncak estetika keroncong gaya Solo dan signifikansinya. Untuk mencapai puncak estetika keroncong gaya Solo, terdapat berbagai unsur yang membangun dan aturan-aturan tertentu. Signifikansi utama dari sajian musik keroncong gaya Solo yang telah mencapai puncak estetikanya yakni disebut dengan istilah sumeleh/semeleh. Istilah ini diidentifikasi dalam beberapa sub-bahasan, di antaranya sumeleh dalam kebahasaan dan makna, sumeleh sebagai emosi yang mempengaruhi perilaku, serta sumeleh sebagai pengalaman estetis (estesis) yang berkaitan dengan subjek, objek, dan nilai estetis. Sumeleh digambarkan oleh masyarakat keroncong Solo sebagai suatu keadaan/suasana hati yang tenteram dan tenang. Manfaat penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi pelaku maupun penikmat musik keroncong.
Kata kunci : Sumeleh, Signifikansi Estetika Keroncong, Keroncong Gaya Solo
Teks Lengkap:
PDFReferensi
Ayunda, P. R. (2013). Gaya Menyanyi Pada Musik Keroncong Tugu (Analisis Gaya Sartje Margaretha Michiels). (Skripsi). Fakultas Pendidikan Seni dan Desain, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Bangkit, A. R. (2019). Keroncong Gadhon. Yogyakarta: Penerbit Art Music Today.
Darini, R. (2012). Keroncong: Dulu dan Kini. Mozaik: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Dan Humaniora, 6(1), 19–31. doi: https://doi.org/10.21831/moz.v6i1.3875
Djohan. (2020). Psikologi Musik. Yogyakarta: PT. Kanisius.
Fikri, M. T. (2017). “Hibriditas Keroncong Asli 'Soloan' ”. Dalam Seminar Nasional Seni Pertunjukan FBS UNESA: “Hibriditas Dalam Ekologi Seni di Indonesia” (hlm. 258-263). Surabaya: FBS UNESA.
Harmunah. (1996). Musik Keroncong: Sejarah, Gaya, dan Perkembangan. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.
Junaedi, D. (2017). Estetika: Jalinan Subjek, Objek, dan Nilai. Yogyakarta: Penerbit ArtCiv.
Kaki, C. (2009). Sumeleh, Semeleh, berarti Menyerah?. [Online]. Diakses dari http://www.catatankaki.yanguti.com/sumeleh-semeleh-berarti-pasrah/
Mulyadi, R. M., & Indira, D. (2019). Dualisme Pelestarian dan Pengembangan Musik Keroncong Pada Tahun 1970-an. Metahumaniora: Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Budaya, 9(1), 76–86. doi: https://doi.org/10.24198/metahumaniora
Prabowo, B. R. (2018). Ngroncongi : Konsep Dasar Pencapaian Musik Keroncong. (Tesis). Program Pascasarjana, Institut Seni Indonesia, Surakarta.
Prabowo, B. R. (2019). Kualitas Personal Dalam Mencapai Estetika “Ngroncongi”. Dewa Ruci: Jurnal Pengkajian Dan Penciptaan Seni, 14(1), 1–9. doi: https://doi.org/10.33153/dewaruci.v14i1.2531
Setiawan, E. (2015). Serba-Serbi Intuisi Musikal Dan Yang Alamiah Dari Peristiwa Musik. Yogyakarta: Art Music Today.
Shaleha, R. R. A. (2019). Do Re Mi: Psikologi, Musik, dan Budaya. Buletin Psikologi, 27(1), 43–51. doi: http://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.37152
Soladi. (2019). Setia Janjiku Sebagai Bentuk Pembaharuan Musik Keroncong Gaya Ismanto. (Skripsi). Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia, Surakarta.
Supiarza, H. (2019). Rekonstruksi Musik Keroncong Anak Muda di Kota Bandung. (Disertasi). Kajian Budaya FIB, Universitas Padjadjaran, Bandung.
Wikipedia. (2021). Kelas Kata. [Online]. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kelas_kata
Yampolsky, P. (2013). Three Genres of Indonesian Popular Music: Genre, Hybridity, and Globalization, 1960-2012. Asian Music, 44(2), 24–80. doi: https://doi.org/10.1353/amu.2013.0018
Refbacks
- Saat ini tidak ada refbacks.

Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 4.0 Internasional.