Pro Juventute dan Perkembangan Hukum serta Penanganan Anak dan Remaja Nakal di Hindia Belanda
Abstract
Delinquent and neglected children were a complex social issue in the Dutch East Indies during the early Ethical Policy era. In the beginning, children who committed criminal offenses were prosecuted under legal provisions designed for adults. Growing awareness of the need for special protection led to the introduction of juvenile criminal law, which was officially enacted in 1901. This study aims to analyze the emergence and development of juvenile criminal law during the colonial period and to identify the role of social institutions in managing delinquent and neglected children. This research applies a historiographical methodology with a social history approach, utilizing colonial archives and contemporary sources to reconstruct legal and social practices. The findings reveal a significant paradigm shift from treating children the same as adults toward emphasizing re-education and rehabilitation following the enactment of the 1901 juvenile criminal law. Furthermore, philanthropic social institutions such as Pro Juventute played a crucial role in addressing state limitations by establishing systems of supervision, skills training, and social rehabilitation. These findings demonstrate that the history of juvenile justice in the Dutch East Indies served as the foundational basis for the formation and development of the juvenile criminal justice system in post-independence Indonesia, while also offering a historical perspective on child protection within modern legal policy.
Abstrak
Anak nakal (delinquent) dan anak telantar merupakan persoalan sosial kompleks di Hindia Belanda pada awal masa Politik Etis. Pada awalnya, anak yang melakukan pelanggaran hukum diproses menggunakan peraturan pidana orang dewasa. Kesadaran terhadap perlunya perlindungan khusus mendorong lahirnya regulasi pidana anak yang baru diberlakukan pada tahun 1901. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemunculan dan perkembangan hukum pidana anak pada masa kolonial serta mengidentifikasi peran lembaga sosial dalam penanganan anak nakal dan anak telantar. Penelitian ini menggunakan metodologi historiografi dengan pendekatan sejarah sosial, bertumpu pada arsip kolonial dan sumber sezaman untuk merekonstruksi praktik sosial dan hukum. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya pergeseran paradigma yang signifikan, dari penyamaan perlakuan anak dan orang dewasa menuju penekanan pada re-edukasi (rehabilitasi) sejak diberlakukannya hukum pidana anak tahun 1901. Selain itu, lembaga sosial filantropis seperti Pro Juventute berperan penting dalam mengisi keterbatasan peran negara melalui sistem pengawasan, pendidikan keterampilan, dan rehabilitasi sosial. Temuan ini menegaskan bahwa sejarah peradilan anak di Hindia Belanda menjadi fondasi awal bagi pembentukan dan perkembangan sistem peradilan pidana anak di Indonesia pasca-kemerdekaan, sekaligus memberikan perspektif historis terhadap isu perlindungan anak dalam kebijakan hukum modern..
Keywords
References
Abintoro Prakoso. (2022). Pembaruan sistem peradilan pidana anak. Yogyakarta: Laksbang Grafika.
Amsterdamsch Nieus. (1898, Mei 19). Jawa-Bode.
Ani Soetjito. (2018). Transnasionalisme: Peran aktor non-negara dalam hubungan internasional. Jakarta: Obor.
Burke, P. (2015). Sejarah dan teori sosial. Jakarta: Obor.
De Tijd. (1896, April 20). Pro Juventute.
Dirks, A. (2011). For the youth: Juvenile delinquency, colonial civil society and the late colonial state in the Netherlands Indies, 1872–1942 (Doctoral dissertation). Leiden University.
Fanon, F. (1963). The wretched of the earth. New York: Grove Press.
Fernando, Y. (2020). Sejarah sistem peradilan pidana anak di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan, 4(4), 28–36.
Freire, P. (1968). Pedagogy of the oppressed. New York: The Continuum Publishing.
Kartodirdjo, S. (1992). Pendekatan ilmu sosial dalam metodologi sejarah. Jakarta: Gramedia.
Khalsa, A. D. K. (2014). The road to the reformatory: (Mis-)communication in the colonial court between judges, juveniles and parents in the Netherlands Indies, 1900–1942. In H. Ellis (Ed.), Juvenile delinquency and the limits of Western influence, 1850–2000. United Kingdom: Palgrave Macmillan.
Kuntowijoyo. (2018). Pengantar ilmu sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Mardianti, D. L. (2024, Desember 3). Anak bunuh ayah dan nenek di Lebak Bulus dijerat pasal berlapis. Tempo.
Prasetyo, T. (2020). Hukum pidana. Depok: Rajawali Pers.
Pratama, W. (2023, Januari 20). Tiga anak usia 8 tahun di Mojokerto diduga memperkosa bocah TK. Suara Surabaya.
Rahmawati, Y. (2024, September 4). Polisi tangkap 4 bocah tersangka pembunuhan dan pemerkosaan siswi SMP di Palembang. Tempo.
Ricklefs, M. C. (2005). Sejarah Indonesia modern 1200–2004. Jakarta: Serambi.
Rosyida, H. D. Q. (2016). Brothers and sisters relationship in the orphanage: Application of the role of the family as a form of parenting in the Islamic Orphanage of R.M. Suryowinoto Yogyakarta (Skripsi S1, Cultural Anthropology, Faculty of Cultural Sciences). Universitas Gadjah Mada.
Soekanto, S., & Sukanto, S. (2007). Sosiologi: Suatu pengantar. Depok: Raja Grafindo Persada.
Teguh Prasetyo. (2020). Hukum pidana. Depok: Rajawali Pers.
Verslag Pro Juventute Medan, January–June 1920, NA, MvK, V. inv. no. 2222.
Vereeniging Pro Juventute. (1896, Juni 15). Algemeen Handelsblad.
DOI: https://doi.org/10.17509/factum.v14i2.90586
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2025 Universitas Pendidikan Indonesia

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.



