FOLKLOR LAPINDO SEBAGAI WAWASAN GEO-CULTURE DAN GEO-MYTHOLOGY BERBASIS KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA)
Abstract
Abstrak
Kearifan lokal tentang insiden lumpur Lapindo adalah cerita rakyat tentang kejadian di masa lalu yang dapat digunakan sebagai pelajaran pada masa kini dan masa depan, tentang dongeng Candi Tawangalun dan dongeng Emas Ketimun. Terlepas apakah itu sebuah dongeng yang pernah terjadi secara empiris atau hanya realitas-fiksi, kehadirannya dapat digunakan sebagai pijakan untuk memahami peristiwa (bencana) dari perspektif budaya. Wawasan Geo-Budaya dan Geo-Mitologi dalam cerita rakyat Lapindo bisa menjadi alternatif bahan pembelajaran kontekstual berbasis kearifan lokal dalam pembelajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing karena kontekstualitas dan substansi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sangat menarik. Praktek pembelajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing di Australia diketahui bahwa cerita tradisi lisan tapi cerita hanya sebagai pelengkap tradisi lisan sama pentingnya dengan pengetahuan tentang tata bahasa, bahkan dengan pengenalan tradisi lisan cerita, pembelajar BIPA akan mengetahui tentang budaya Indonesia.
Kata-kata kunci: cerita rakyat, Geo-Culture, Geo-Mythology, kearifan lokal, BIPA
Abstract
Local wisdom about Lapindo mudflow incident is the folklore about the events in the past that can be used as a lesson on the present and future, that fairy tales Tawangalun Temple and fairy tale Golden Cucumber. Regardless whether it's a fairy tale ever happened empirically or just reality-fiction, its presence can be used as a foothold for understanding the events (disasters) from the perspective of the present culture. Insights Geo-Culture and Geo-Mythology in Lapindo folklore can be an alternative contextual teaching materials based on local wisdom in learning Indonesian for foreign speakers because contextuality and substance of the values contained in it very interesting. Practice learning Indonesian for foreign speakers in Australia is known that oral tradition story but the story only as a complement to the oral tradition is just as important as knowledge of grammar, even with the introduction of the oral tradition of story, BIPA learners will know the culture of Indonesia.
Keywords: folklore, Geo-Culture, Geo-Mythology, local wisdom, BIPAFull Text:
PDFReferences
Bascom, W.R. 1965.The Form of Folklore: Prose Narratives. Journal of American Folklore. The Hague: Mouton.
Danandjaja, James. 2008. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan Lain-lain. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti.
Lampe, Munsi. 2006. Kearifan Tradisional Lingkungan: Belajar dari Kasus-kasus Komunitas Petani dan Nelayan Tradisional. Makalah Lokakarya Menggali Kearifan Lingkungan Nelayan di Sulawesi Selatan. PPLH Regional Semapapua, Makassar.
Nurcahyo, Henri. 2010. Folklor Lumpur Lapindo. Makalah Konferensi Internasional Tradisi Lisan di Bangka Belitung.
Oppenheimer, Stephen. 2010. Eden in the East. Jakarta: Ufuk Press.
Pollard, Nani. 2003. Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Pembelajar Asing melalui Cerita Tradisi Lisan. Makalah Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing IV di Bali.
Pusat Bahasa Kemdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Santos, Arysii. 2010. Atlantis: The Lost Continent Finally Found. Jakarta: Ufuk Press.
Sofyan, Hadi. 2010. Bencana Lumpur Lapindo dalam Perspektif Budaya. Milis Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI).
Tajuk, Rencana. Sabtu, 30 Oktober 2010. Fenomena Mbah Maridjan. Jakarta: Harian Kompas.
DOI: https://doi.org/10.17509/bs_jpbsp.v13i1.761
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c)
p-ISSN 1412-0712 | e-ISSN 2527-8312
JPBS is published by:
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (Faculty of Language and Literature Education), Universitas Pendidikan Indonesia,
in cooperation with
TEFLIN, and APPBIPA