STUDI TENTANG BENTUK DAN MAKNA SUNTIANG PENGANTIN PRIA DI KECAMATAN PANCUNG SOAL KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT

Rintan Sahsabila Romice

Abstract


The marapulai basuntiang tradition is a custom that exists in the Pancung Soal District, South Pesisir Regency. This tradition represents a cultural heritage in the Minangkabau wedding ceremony, where the groom wears a suntiang as a symbol laden with cultural values. This study aims to describe the form and meaning of the groom’s suntiang in Pancung Soal District, South Pesisir Regency, which continues to be preserved today. The research employs a qualitative method with an ethnographic approach through observation, interviews, and documentation techniques. The informants consisted of nine individuals, including four traditional leaders, one cultural practitioner, and four community members. The study was conducted during the 2025/2026 period. The results indicate that the groom’s suntiang takes the form of a golden-colored suntiang gadang, accompanied by a head covering and various ornaments including fern flowers, sisik flowers, kiambang, jalak bird flowers, tata konde/buffalo horn symbols, and kate-kate. Each ornamental arrangement bears a meaning that affirms the role of men as leaders, protectors, and persons responsible within the family. Overall, the suntiang conveys the meanings of “turun satingkek tanggo” and “rajo sahari” in the wedding ceremony procession. It can be concluded that the suntiang not only functions as a headpiece but also depicts the identity, status, roles, and responsibilities of Minangkabau men in familial and social life. This research contributes to the efforts to preserve and uphold Minangkabau cultural heritage values and provides symbolic knowledge that aids in understanding the meaning embedded in the groom’s suntiang.

 

Tradisi marapulai basuntiang merupakan tradisi yang ada di Kecamatan Pancung Soal, Kabupaten Pesisir Selatan. Tradisi ini merupakan kebudayaan adat dalam penikahan masyarakat Minangkabau, dimana pengantin pria menggunakan suntiang sebagai sarat simbol dan nilai budaya. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bentuk serta makna suntiang pengantin pria di Kecamatan Pancung Soal, Kabupaten Pesisir Selatan yang masih dilestarikan sampai sekarang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografis melalui teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Informan penelitian 9 orang, terdiri dari 4 tokoh adat, 1 pelaku budaya dan 4 masyarakat. Penelitian ini berlangsung dalam periode tahun 2025/2026. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suntiang pengantin pria berbentuk suntiang gadang berwarna keemasan, disertai penutup kepala dan ragam hias meliputi bunga pakis, bunga sisik, bunga kiambang burung jalak, tata konde / lambang tanduk kerbau, dan kate-kate. Setiap susunan ornamen memiliki makna yang menegaskan peran laki-laki sebagai pemimpin, pelindung dan bertanggung jawab dalam keluarga. Secara keseluruhan, suntiang memiliki makna yaitu “turun satingkek tanggo” dan “rajo sahari” dalam prosesi upacara pernikahan. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa suntiang tidak hanya berfungsi sebagai hiasan kepala, tetapi juga menggambarkan identitas status dan peran dan tanggung jawab laki-laki Minangkabau dalam kehidupan berkeluarga dan sosial. Penelitian ini berkontribusi dalam upaya pelestarian dan menjaga nilai-nilai warisan budaya Minangkabau serta memberikan pengetahuan simbolis membantu memahami makna dalam suntiang pengantin pria.


Keywords


Tradisi Marapulai Basuntiang; Suntiang; Pengantin Pria

Full Text:

PDF

References


Amira, D., & Suci, P. H. (2024). Studi Tentang Busana Pengantin Pria Adat Basandiang Duo Di Nagari Air Bangis Kabupaten Pasaman Barat. Gorga: Jurnal Seni Rupa, 13(01), 305. https://doi.org/10.24114/gr.v13i01.58665

Asmaniar, A. (2018). Perkawinan Adat Minangkabau. Binamulia Hukum, 7(2), 131-140. https://doi.org/10.37893/jbh.v7i2.320

Bahrudin, A., Minawati, R,. Miswar, Prihati, P., & Sumadi. (2022). Iconography of the Ornaments on the Traditional Minagkabau House in West Sumatra. Asian Journal of Social Science and Managemnet Technology, 4(3), 2313-7410.

Chaer, A. (2014). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Creswell, J.W. (2014). Penelitian Kualitatif & Desain Riset. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Darisman, A. (2012). Tinjauan elemen desain pada dunia seni. Humaniora, 3(2), 622-631.

Ernawati, Izwerni, & Nelmira, W. (2008). Tata Busana. Jakarta : Direktorat Pembina Sekolah Menengah Kejuruan.

Geertz, C. (1973). The interpretation of cultures. Basic Books.

Hayati, A., & Nelmira, W. (2022). Studi Tentang Sulaman Benang Emas Memakai Kaca Dan Cermin Pada Pelaminan Di Desa Naras I Kota Pariaman. Gorga: Jurnal Seni Rupa, 11(2), 338-346.

Husni, N. I., & Riza, Y. (2022). Makna filosofis Suntiang sebagai hiasan kepala tradisional wanita Minangkabau. Universitas Islam Negeri Imam Bonjol, 6(2), 116-122.

Keraf, G. (2007). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Khairunnisa, F., & Ananda, R. (2020). Menjaga kearifan lokal dengan membudayakan tradisi basunting bagi marapulai dalam adat perkawinan di Kanagarian Inderapura Kecamatan Pancung Soal Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal Ilmu Budaya, 8(2). https://doi.org/10.34050/jib.v8i2.9940

Khairuzzaky, K. (2018). Kajian Struktur Ragam Hias Ukiran Tradisional Minangkabau Pada Istano Basa Paguruyung. Titik Imaji, 1(1). http://dx.doi.org/10.30813/.v1i1.1090

Lingis, A. (2014). Anthropology as a natural Science Clifford Geertz’s extrinsic theory of the mind. Open Journal of Philosophy, 4(2), 96-106. http://dx.doi.org/10.4236/ojpp.2014.42014

Maresa, A. (2009). Estetika simbolis Dalam busana pengantin Adat minangkabau di padang. Gadjah Mada University. https://doi.org/10.22146/jf.3438

Mustika, W. G., & Budiwirman, B. (2019). Analisis fungsi dan makna suntiang dalam pakaian adat Minangkabau. Gorga: Jurnal Seni Rupa, 8(2), 315-319. https://doi.org/10.24114/gr.v8i2.14712

Putri, D. P. K., & Lestari, S. (2015). Pembagian peran dalam rumah tangga pada pasangan suami istri Jawa. Jurnal Penelitian Humaniora, 16(1), 72-85. https://doi.org/10.23917/humaniora.v16i1.1523

Putri, N., Suci, P. H., & Hadiastuti, H. (2024). Pakaian Penghulu: Warisan Budaya Dan Identitas Lokal Di Kanagarian Durian Tinggi, Kapur IX, Lima Pulah Kota. Gorga: Jurnal Seni Rupa, 13(1), 100-107. https://doi.org/10.24114/gr.v13i01.52822

Sahara, N., Efi, A., Fitria, R., & Hadiastuti, H. (2018). Desain Ragam Hias Pelaminan Melayu Riau Sebagai Inspirasi Inovasi Kriya Batik. Gorga J. Seni Rupa, 7(2), 246-251. https://doi.org/10.24114/gr.v7i2.11854

Sari, T. O. K., Efi, A., & Suci, P. H. (2025). Study Tentang Desain Busana Bundo Kanduang Di Nagari Salayo, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Inovasi Pembangunan: Jurnal Kelitbangan, 13(2).

Sinulingga, J., Rivasha, N., & Khairani, R. (2024). Suntiang Gadang Etnik Minangkabau Kajian Semiotika. Jurnal Pendidikan Tambusai, 8(2), 24636-24640.

Sugiyono. (2023). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitattif, dan R&D. Bandung : ALFABETA.




DOI: https://doi.org/10.17509/e.v24i3.91465

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2025 EDUTECH

Lisensi Creative Commons
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Copyright © 2018 Edutech